BEKASI, KOMPAS.com - Tiga bangunan masih berdiri tegak di Jalan Bougenville Raya, Jakasampurna, Bekasi. Padahal, puluhan rumah yang awalnya berdiri di samping tiga bangunan itu sudah rata dengan tanah setelah digusur Pemerintah Kota Bekasi pada 25 Juli 2019 lalu.
Berdasarkan pengamatan Kompas.com pada Selasa (20/8/2019), tiga rumah yang dua di antaranya berspanduk ormas tampak beraktivitas seperti biasa. Bangunan paling ujung yang dindingnya dicat dominan biru, sekaligus bangunan paling luas, tampak terparkir beberapa mobil berlogo ormas loreng jingga. Salah satu mobil berlogo ormas itu berpelat merah.
Salah seorang warga korban gusuran yang kini berjualan di Jalan Bougenville Raya mempertanyakan keadaan itu. Ia curiga ada praktik curang di balik tindakan diskriminatif Pemkot Bekasi itu.
"Enggak tahu pemerintah mau (gusur) apa emggak. Pertanyannya, kok ada pelat merah berlogo ormas itu, pelat B? Kalo mobil biasa enggak masalah. Ini kan gambarnya ormas mencolok banget," kata pria paruh baya yang takut menyebutkan namanya itu saat dijumpai Kompas.com, Selasa siang.
"Lihat saja nanti, bakal repot nih. Mungkin ada yang main apa gimana enggak tahu juga," tambahnya.
Warga lain, Ricky Pakpahan, juga sependapat. Dia curiga, Pemerintah Kota Bekasi tak akan menggusur tiga bangunan itu, setidaknya dalam waktu dekat. Pasalnya, tak tampak sama sekali sikap was-was dari penghuninya, seperti memindahkan isi rumah untuk mengantisipasi perintah penggusuran yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
"Lihat saja kayak enggak ada kejadian apa-apa, tenang-tenang saja, enggak ada jaga-jaga," ujar Ricky kepada Kompas.com, Selasa.
"Spanduk masih ada, mobil masuk begitu saja. Kayak biasa, enggak ada takutnya (mengantisipasi) kejadian apa-apa. Santai saja. Semua orang menanyakan sih, kok itu enggak digusur-gusur?" ia menjelaskan.
Menurut Ricky yang kini mengontrak rumah tak jauh dari Jalan Bougenville Raya, warga kerap mempertanyakan tindakan diskriminatif itu. Apalagi, di lahan bekas tempat tinggal mereka yang sudah digusur, puing-puing tak dibereskan sama sekali.
Warga sampai berpikir untuk membangun ulang tempat tinggal mereka di lahan tersebut secara semipermanen, ujar Ricky. Langkah itu sebagai bentuk perlawanan sekaligus protes terhadap sikap pemerintah yang dianggap pilih kasih.
"Mereka menuntut keadilan, bahwa di daftarnya ada rumah itu, tapi yang jadi pertanyaan kok itu enggak digusur-gusur?" kata Ricky.
"Patokan kita bukan mau punya tanah di situ. Tapi, kenapa kok itu enggak digusur? Kalo memang adil kenapa enggak digusur sekalian?" imbuhnya.
Penggusuran rumah warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 oleh Kementerian PUPR melalui Pemerintah Kota Bekasi, Kamis (25/7/2019) diwarnai kontroversi. Selain bentrok dengan warga dan menyisakan rumah ormas yang tak disentuh alat berat, penggusuran itu dianggap represif oleh Komnas HAM karena Pemerintah Kota Bekasi tak mengindahkan seruan untuk musyawarah mufakat.
Berdasarkan pengamatan Kompas.com pada Selasa (20/8/2019), tiga rumah yang dua di antaranya berspanduk ormas tampak beraktivitas seperti biasa. Bangunan paling ujung yang dindingnya dicat dominan biru, sekaligus bangunan paling luas, tampak terparkir beberapa mobil berlogo ormas loreng jingga. Salah satu mobil berlogo ormas itu berpelat merah.
Salah seorang warga korban gusuran yang kini berjualan di Jalan Bougenville Raya mempertanyakan keadaan itu. Ia curiga ada praktik curang di balik tindakan diskriminatif Pemkot Bekasi itu.
"Enggak tahu pemerintah mau (gusur) apa emggak. Pertanyannya, kok ada pelat merah berlogo ormas itu, pelat B? Kalo mobil biasa enggak masalah. Ini kan gambarnya ormas mencolok banget," kata pria paruh baya yang takut menyebutkan namanya itu saat dijumpai Kompas.com, Selasa siang.
"Lihat saja nanti, bakal repot nih. Mungkin ada yang main apa gimana enggak tahu juga," tambahnya.
Warga lain, Ricky Pakpahan, juga sependapat. Dia curiga, Pemerintah Kota Bekasi tak akan menggusur tiga bangunan itu, setidaknya dalam waktu dekat. Pasalnya, tak tampak sama sekali sikap was-was dari penghuninya, seperti memindahkan isi rumah untuk mengantisipasi perintah penggusuran yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
"Lihat saja kayak enggak ada kejadian apa-apa, tenang-tenang saja, enggak ada jaga-jaga," ujar Ricky kepada Kompas.com, Selasa.
"Spanduk masih ada, mobil masuk begitu saja. Kayak biasa, enggak ada takutnya (mengantisipasi) kejadian apa-apa. Santai saja. Semua orang menanyakan sih, kok itu enggak digusur-gusur?" ia menjelaskan.
Menurut Ricky yang kini mengontrak rumah tak jauh dari Jalan Bougenville Raya, warga kerap mempertanyakan tindakan diskriminatif itu. Apalagi, di lahan bekas tempat tinggal mereka yang sudah digusur, puing-puing tak dibereskan sama sekali.
Warga sampai berpikir untuk membangun ulang tempat tinggal mereka di lahan tersebut secara semipermanen, ujar Ricky. Langkah itu sebagai bentuk perlawanan sekaligus protes terhadap sikap pemerintah yang dianggap pilih kasih.
"Mereka menuntut keadilan, bahwa di daftarnya ada rumah itu, tapi yang jadi pertanyaan kok itu enggak digusur-gusur?" kata Ricky.
"Patokan kita bukan mau punya tanah di situ. Tapi, kenapa kok itu enggak digusur? Kalo memang adil kenapa enggak digusur sekalian?" imbuhnya.
Penggusuran rumah warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 oleh Kementerian PUPR melalui Pemerintah Kota Bekasi, Kamis (25/7/2019) diwarnai kontroversi. Selain bentrok dengan warga dan menyisakan rumah ormas yang tak disentuh alat berat, penggusuran itu dianggap represif oleh Komnas HAM karena Pemerintah Kota Bekasi tak mengindahkan seruan untuk musyawarah mufakat.
Markas Ormas di Jakasampurna Bekasi Masih Kebal Gusuran Pemkot | |
8 Likes | 8 Dislikes |
795 views views | 104K followers |
News & Politics | Upload TimePublished on 20 Aug 2019 |
Không có nhận xét nào:
Đăng nhận xét